Sebuah pertemuan virtual sedang berlangsung. Tanpa tampilan wajah pesertanya, hanya siluet dan hening yang memenuhi sebuah ruangan yang diterangi oleh cahaya dari pelbagai hologram para peserta.
Angin sepoi-sepoi meniup aroma Laut Tengah nan kering ke dalam ruangan yang sementara hening, hingga sebuah kalimat memecah kebisuan.
“Apa yang sebenarnya terjadi di Utara?”
Suara tanya bernada tinggi yang bercampur rasa ingin tahu dan tuntutan terdengar merupakan milik laki-laki setengah baya dengan tubuh gemuk di salah satu layar pendar.
“Ya, kami semua penasaran. Apakah ini akan memengaruhi rencana besar kita?”
Tambah suara perempuan tua di layar pendar yang lainnya.
Tidak ada orang lain di dalam ruangan itu, hanya sejumlah layar yang virtual yang saling berhadapan satu sama lainnya.
“Kita belum mendapatkan informasi pasti, sepertinya Kastel Es Utara menutup semua mulut dari mereka yang terkait dengan insiden misterius ini. Tentu saja kita akan tetap terus menyelidiki, namun hal ini tidak akan mengubah rencana besar kita. Setidaknya, tidak setelah kita berkorban banyak untuk memangkas kekuatan Istana Langit Timur.”
Ruangan hening sejenak sebelum kembali diisi oleh pelbagai suara yang mengemukakan pendapat mereka masing-masing.
Sementara itu, di Laut Pasifik Utara yang tidak jauh dari persilangan antara antimeridian dan garis balik Utara terdapat sebuah massa melayang sekitar seribu meter di atas permukaan laut.
Layaknya pulau misterius dalam mitos dan legenda, seluruh bagian dasar pulau melayang tersebut tertutup oleh kabut yang menari-nari. Sementara bukit tampak menghijau mengelilingi pulau dengan pagar-pilar bebatuan yang memancang ke arah langit di sana-sini.
Sepintas, pulau mengapung ini mungkin tampak seperti surga yang tersembunyi apabila tidak terdapat sebuah bangunan memanjang di sisi Selatannya.
Dermaga angkasa membentuk bulan sabit yang melekat pada sisi Selatan menjadi ciri khas dan satu-satunya gerbang keluar dan masuk Negeri Langit Timur.
Pelbagai pesawat dan kapal angkasa “tertambat” rapi di tepi luar “bulan sabit,” sementara yang lain tampak datang dan pergi dengan teratur. Pemandangan ini adalah tanda sebuah peradaban sihir dalam kemasan teknologi yang sangat maju.
Seorang pemuda baru saja selesai memindahkan puluhan peti kayu ke atas sebuah geladak sebuah kapal angkasa.
“Kapten! Semua sudah beres!” Teriaknya ke arah anjungan.
“Semua sudah diikat dengan kuat dan kencang?” Sang Kapten berteriak balik dari anjungan.
“Tenang saja, Kapten. Walau kita terbang melewati siklon tropis, kujamin tak satu pun dari muatan kita yang akan terlepas!” Jawabnya seraya menyeringai.
“Ha ha…, jika sampai ada satu peti saja yang lepas, gajimu setahun ini akan kutahan!” Kerekeh Sang Kapten.
Suasana serupa tampak di banyak kapal dan pesawat. Mereka kebanyakan pelaku ekspedisi niaga, membawa muatan keluar dan masuk pulau layang ini. Dan beberapa dari mereka telah meneruskan pekerjaan ini secara turun temurun.
“Oi, semuanya bersiap! Kita segera berlayar!” Suara sang Kapten terdengar lantang.
Ketika hendak menghubungi pengawas dermaga untuk meminta izin berlayar, nada pemberitahuan berdentang ke seluruh penjuru dermaga.
“Mohon perhatian! Bagi segenap pengguna dermaga, seluruh kegiatan dan izin pelayaran dan penerbangan keluar serta masuk Dermaga Langit ditunda hingga satu jam ke depan ke depan. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini, dan terima kasih atas kerja samanya.”
Nada akhir pemberitahuan kembali berdentang ke seluruh penjuru dermaga.
Semua orang saling pandang dan beberapa menggelengkan kepala atau mengangkat bahu mereka tanda mereka tidak paham apa yang terjadi. Beberapa kapal yang hendak pergi menggulung kembali layar mereka dan beberapa pesawat mengembalikan mesin mereka ke kondisi siaga dari siap lepas landas.
Semburat kuning memotong langit di atas dermaga secara horizontal. Ini menandakan area bebas aktivitas, pesawat atau kapal yang berani memasuki area ini akan ditembak jatuh.
Pun demikian, tidak ada tanda protes. Tampaknya semua sudah terbiasa dengan pemandangan ini.