Tiga bulan yang lalu, Nandha kembali dengan terburu dari perjalanan antar dimensi. Dia menerima pemberitahuan darurat dari Lex, sistem kecerdasan buatannya, memberitahukan bahwa ada serangan mendadak pada lembah desa Ullr.
Asap hitam dan putih membumbung tinggi di lembah ketika Nandha tiba di sana. Sebuah perang tampaknya baru saja menjadi badai yang menyapu seluruh lembah.
Nandha bisa menyaksikan kehancuran yang seharusnya ia bisa cegah, namun gagal.
Langkah kecilnya membawa ia masuk ke dalam desa yang luluh lantah. Barikade android tempur dan kendaraan perang membukakannya jalan. Mereka adalah kekuatan perang mekanis taktis yang ada di bawah komando satu orang, namun mereka telah diperintahkan datang ke lembah ini oleh sebuah kecerdasan buatan dengan kode nama – Lex. Tugas mereka adalah menghalau penyerang dan melindungi penduduk lokal.
Seratus android perang, sepuluh di antaranya adalah kelas yang paling tinggi, dengan dua puluh kendaraan perang taktis. Mereka diluncurkan dari sebuah pangkalan perang siluman di stratosfer. Sepertiga dari mereka mengalami kerusakan yang bermakna, menunjukkan bahwa para agresor bukanlah pihak yang bisa dipandang sebelah mata.
Sebagian para android tampak membantu menyelamatkan penduduk yang tertimbun reruntuhan, sementara yang lain membantu memberikan pertolongan pada mereka yang cedera, ada juga yang membantu menyiapkan kremasi. Dari kejauhan, mereka tidak tampak seperti mesin.
Tak tampak musuh, hanya tumpukan mayat yang dijejerkan di pinggir desa. Mereka menggunakan pakaian putih yang tertutup, tanpa menunjukkan sedikit pun tanda dan identitas. Namun Nandha bisa melihat dengan jelas, dari mana mereka berasal, dan dia pun memberi pandangan yang sinis melihat tumpukan mayat tersebut.
“Nandha, kamu kah itu?”
Sebuah suara serak memecah keheningan, diikuti dengan langkah kaki yang semakin cepat dan berlari menuju ke arah anak laki-laki itu.
Nandha menyambut pelukan yang diberikan padanya.
“Bibi Sonam, maafkan aku, aku terlambat.” Nandha berkata dengan menahan air mata.
“Jangan katakan itu, jika tidak ada kamu, bagaimana kami dapat bertahan.” Bibi Sonam melepas pelukannya dan meraih tangan Nandha, “Ayo, kemarilah, Bibi khawatir Khunzang dan Lhamo tidak akan bertahan lama.”
Bibi Sonam menyeret Nandha ke sebuah bangunan tua yang sebagian atapnya hancur, dan sejumlah penduduk bersama para android tampak membersihkan puing-puing di sekitarnya.
Ketika Nandha masuk ke dalam, ia melihat pemandangan memilukan. Ia melihat paman dan bibinya terbaring bersimbah darah, dan sejumlah ahli sihir berusaha dengan gigih namun percuma guna mempertahankan hidup keduanya.
Nandha tahu, lampu kehidupan mereka telah mendekati akhir. Ia mengepalkan tinju-tinjunya, kesedihan meluap bersama amarah dalam hatinya. Laksana arang yang seketika menyala dan membara!
“Paman Khunzang…, Bibi Lhamo….”
Nandha teringat jelas peristiwa hari itu. Ia tahu persis bahwa ada kemungkinan Desa Ullr akan diserang, tapi dia mengesampingkan semua itu sejak semua penduduk desa mengatakan dia tak perlu mengkhawatirkan itu.
Bahkan ketika ia telah memerintahkan Lex melakukan surveilans ketat terhadap keamanan dan keselamatan desa, tragedi tetap saja terjadi. Ia tak bisa berhenti menyalahkan dirinya.
Seberapa maju dan kuat-pun teknologi dan kekuatan yang dia bisa gerakkan, ia tak bisa memutar waktu. Tepatnya, ia tak akan diizinkan untuk itu, atau ia tak akan membiarkan dirinya kembali mengubah masa lalu. Ia tahu, ada batasan yang tak bisa ia langgar.
Kini, menatap wajah gadis kecil di hadapannya, hatinya yang membara tidak lagi dengan nyala yang berkobar panas, namun bara yang benderang dan hangat.
BOOM! BOOM! BOOM!
Tiga ledakan terdengar di langit!
“Tiga sasaran berhasil ditembak jatuh. Jumlah korban: 0”
“Aku tahu Lex, terima kasih sudah memberi sambutan untuk mereka. Kini, biarkan aku menjamu.”