Sinar matahari menerobos ke dalam kabin yang hanya ditempati oleh dua jiwa, sementara enam sayap delta membelah dan menerobos kumpulan kumulonimbus yang bertumpang menjadi hutan di langit.
Nandha baru saja menyelesaikan percakapan dengan tim lapangan yang bersamanya menyelesaikan misi penyelamatan beberapa jam yang lalu. Misi selesai dengan sempurna, para tahanan yang diselematkan akan dibawa ke perlindungan sementara.
Rupanya para tahanan yang diselamatkan mengenal Pema, namun dengan nama Viola. Pema tidak pernah menyebut nama aslinya sejak ia dalam pelarian. Pema sempat berbincang dengan melalui percakapan video dengan para tahanan yang lain, walau pertemuan mereka hanya sekejap, mereka sudah seperti keluarga.
“Lex, buka kembali jalur komunikasi.” Kata Nandha.
“Baik, Tuan Muda. Jalur komunikasi telah dibuka.”
Sejumlah bunyi bip dan nada rendah lainnya berdenting dengan cepat berulang kali, hingga berhenti dalam 30 detik.
“Tuan Muda, terdapat dua puluh kali panggilan yang gagal diterima, seratus tiga puluh satu pesan pendek yang belum terbaca, dan delapan belas surat elektronik.”
“Urutkan berdasarkan prioritas, dan bacakan satu per satu.”
“Baik Tuan Muda, yang pertama adalah pesan mendesak dari Asosiasi Libra…”
Pema menatap dengan takjub komunikasi antara seorang manusia dan kecerdasan buatan yang hanya pernah ia dengar dari percakapan orang-orang dewasa di desa. Mereka memiliki dua tangan dan dua kaki serta sihir untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga Pema tidak pernah melihat ada yang menggunakan teknologi modern di desa mereka, kecuali perkakas pradunia lama, sebuah radio bertenaga surya yang mengabarkan berita global di sebuah kedai makan di pinggiran desa. Dan Pema hampir tidak paham apa yang disampaikan pembicara dalam radio, karena kendala bahasa dan keterbatasan kosa kata anak gadis tersebut.
Selesai mendengarkan dan membalas sejumlah pesan mendesak, Nandha melirik ke arah Pema. Dia menemukan sinar mata yang penuh rasa ingin tahu itu cukup menarik hati.
“Pema, perkenalkan Lex. Dia adalah kecerdasan buatan yang membantuku dalam banyak hal secara pribadi. Bisa dikatakan, Lex seperti kepala pelayan di sebuah rumah yang memiliki kelompok pelayan tersendiri.”
Pema mengangguk, “Halo Lex, senang mengenalmu.”
“Senang mengenalmu juga, Nona Muda. Saya senang Nona baik-baik saja. Saya telah membantu Tuan Muda untuk mencari Anda selama sembilan puluh lima hari, namun saya tidak dapat banyak membantu. Maafkan saya.” Jawab suara semi elektronik itu.
Pema terkaget, dan melihat ke arah Nandha. ‘Dia mencariku selama itu?’
Nandha tersenyum, “Ya, jangan salahkan Lex. Dia tidak bisa melacak terlalu jauh di mana tidak ada kehadiran teknologi modern. Dia menuntunku ke tempat-tempat di mana kamu mungkin ditemukan, Pema. Termasuk melalui citra satelit, pemantauan pergerakan orang, hingga penyadapan telekomunikasi di seluruh wilayah Utara.”
Pema tidak terlalu paham, namun ia berpikir, ‘Itu pasti keren.’
Nandha tertawa, “Pema mungkin tidak akan paham untuk saat ini, namun ke depan, Pema akan banyak belajar.”
“Kakak Nandha, apa kakak akan mengajariku?”
“Apa Pema mau belajar?”
Pema mengangguk.
Nandha berpikir sejenak. “Baiklah, setelah kita sampai. Kita akan belajar banyak hal yang menyenangkan.”
“Yai….”
Pema tampak senang, dan karena Nandha tidak perlu memiloti pesawat swakemudi, dia bisa bebas bercakap-cakap dengan Pema.
“Pema, apa mimpimu?”
Pema terdiam sejenak, lalu dia melihat ke arah angkasa yang beralih dari jingga menjadi biru.
“Dulu, Pema bermimpi bisa menjadi seorang Putri. Menjadi Putri yang anggun bagi ayah dan ibu, menari bersama mereka di bawah sinar rembulan dalam perayaan-perayaan di desa kami.”
Nandha terdiam mendengarnya. Apakah semua mimpi anak gadis sesederhana ini.
“Tapi sekarang, Pema hanya ingin bertemu dengan ayah dan ibu.”
Mata kecil Pema memandang ke arah Nandha.
“Apa Pema masih bertemu dengan mereka?” Tanyanya.
“Ya, tentu saja.” Nandha tersenyum dan membelai rambutnya. “Tapi untuk itu, Pema harus melalui jalan yang panjang sulit. Apakah Pema mau berjalan jauh untuk bertemu dengan mereka?”
“Ya, tentu saja!”
“Jalannya sangat jauh dan sulit, Pema mungkin akan lelah sebelum mencapai ke sana.”
“Pema tak akan berhenti.”
“Paman dan bibi mungkin ingin Pema hidup biasa tanpa perlu mengkhawatirkan mereka lagi, tanpa perlu berjalan jauh dan menderita.”
“Apa mereka tidak ingin bertemu Pema lagi?”
“Apa yang hati Pema katakan? Bukan yang hati Pema ragukan.”
“Kakak….”
“Ya?”
“Pema akan menjadikan jalan ini mimpi Pema!” Dia tersenyum yakin.
Nandha juga ikut tersenyum mendengarkan ucapan anak gadis itu di antara awan-awan.